Oleh : Kang Aly
Minggu (9/12), Persija Jakarta mengukuhkan diri sebagai kampiun Liga 1 Indonesia setelah mengakhiri perlawanan atas tim asal Tenggarong, Mitra Kukar dengan skor akhir 2-1 berkat dua gol dari Marco Simic pada menit ke-17’ dan 59’. Dengan hasil itu Persija Jakarta memastikan diri menyandang gelar juara musim ini dengan mengoleksi 62 poin, unggul satu poin dari PSM Makassar yang menduduki posisi runner-up.
Bagi pendukung setia tim berjuluk Macan Kemayoran, tentunya ini adalah hasil yang sangat prestisius mengingat ini adalah hasil dari penantian panjang selama hampir tujuh belas tahun. Namun bagi sebagian orang, pengamat sepakbola, dan orang yang merindukan sepakbola Indonesia yang jujur, keluarnya Persija sebagai juara musim ini sama sekali tidak mengagetkan dan justru terkesan menjadi ending yang klise.
Bagaimana tidak? Sebab jauh sebelum pertandingan hari ini bergulir, sudah terlalu banyak pengamat sepakbola yang berbicara di ruang publik tentang prediksi keluarnya Persija sebagai kampiun Liga 1. Sebut saja di antaranya adalah Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali dan Kaka Rochy Putiray, legenda Timnas Indonesia yang kapan lalu secara blak-blakan menyebutkan potensi dan persentase keluarnya Persija sebagai juara musim ini.
Beberapa hari jelang pertandingan pamungkas pada pekan ke-34, saya dan kawan se-komunitas, panggil saja Marwoto sempat berbincang terkait kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di akhir musim Liga 1. Termasuk pertaruhan harga diri di posisi papan bawah.
Dalam tulisan saya sebelumnya (Titik Nadir Sepakbola Indonesia: Kejanggalan Mundurnya Widodo C. Putro dan Kemenangan Persija), beberapa fakta terkuak yang semakin memperkuat indikasi adanya pengaturan skor di Liga 1 sekaligus main mata antara taipan-taipan di balik layar. Kejanggalan-kejanggalan yang mengiringi mundurnya WCP dari kursi kepelatihan Bali United sekaligus statement sensasional di media sosial nyatanya jelas sangat akurat—Persija berhasil menumbangkan Bali United di kandang sendiri.
Kemudian muncul pula pernyataan dari Rochy Putiray dalam sesi diskusi dengan wartawan senior Anton Sanjoyo dan Pangeran Siahaan di Youtube yang dengan mantap menyebut bahkan memasang taruhan bahwa “Persija akan jadi juara tahun ini”. Jujur saya sebenarnya sangat tidak sabar menunggu apakah prediksi dari Kaka Rochy akan benar-benar akurat, hingga akhirnya semua terjawab pada hari ini (09/12) ketika goal kontroversial Marco Simic di menit-menit akhir babak ke-dua yang menjadi penentu kemenangan Persija atas Mitra Kukar. (Video gol kontroversial bisa dilihat di YouTube maupun Instagram).
Bicara soal kejanggalan-kejanggalan yang turut mengiringi langkah Macan Kemayoran, ada yang menarik jika kita melihat situasi di klasemen akhir. Teman saya, Marwoto sempat mengatakan kepada saya bahwa selain Persija akan keluar sebagai juara, di papan bawah akan ada pertaruhan harga diri antara PS Tira dengan PSMS Medan.
Teman saya menjelaskan bahwa satu dari dua klub ini harus ada yang lolos dari zona merah (baca: degradasi) lantaran posisi kepemilikan klub yang ternyata memiliki posisi vital baik dalam ranah PSSI maupun angkatan (TNI). Jika kita telisik, kepemilikan PS Tira berada di tangan Gatot Nurmantyo (mantan panglima TNI, 2015-2017), sedangkan pemegang saham PSMS Medan adalah Lord Edy Rahmayadi (mantan panglima Kostrad, 2015-2018) yang selain menjabat sebagai ketum PSSI juga menjabat sebagai gubernur Sumatera Utara (salah satu daerahnya adalah Medan).
Prediksi tersebut juga terjawab tanpa meleset pada pertandingan pekan ke-34 ini, di mana PS Tira berhasil lolos dari zona merah dengan poin akhir 42 setelah pada pertandingan away di Samarinda berhasil menaklukkan Borneo FC dengan skor akhir 1-3. Sementara itu PSMS Medan harus terdepak dari perhelatan Liga 1 musim depan karena harus mengakhiri musim dengan poin 37 setelah dipecundangi PSM Makassar dengan skor 5-1.
Analisia kasarnya, kenapa harus PS Tira yang harus tetap bertahan di zona aman padahal Lord Edy punya kuasa penuh untuk mengamankan PSMS Medan. Alasan paling logis adalah didorong oleh kesadaran untuk menjaga nama baik TNI, maka lebih baik PS Tira-lah yang tetap harus dipertahankan. Sementara PSMS Medan sudah cukup terbantu menjajal kompetisi tertinggi di Indonesia mengingat proses promosinya tim berjuluk Ayam Kinantan tersebut yang tidak lepas dari peran seorang Lord Edy yang pada waktu itu mencoba menarik suara dalam Pilgub Sumut dan kini sudah menduduki jabatan sebagai Gubernur Sumut.
Surabaya, 2018
Comments