Oleh : Aries Mursyid
Seminar diskusi sepakbola tanah air yang diadakan akhir-akhir ini, mulai dari acara Mata Najwa yang bertajuk #PSSIBisaApa hingga jilid ke-II dan forum diskusi #PSSIHarusBaik (17/12) di Graha Pena, Surabaya dalam waktu yang singkat menarik minat masyarakat untuk membahas permasalahan sepakbola dimanapun hingga menjamur di warung-warung kopi. Kedua forum tersebut seolah berhasil menjadi secerca harapan bagi penikmat sepakbola Indonesia sekaligus juga menghapus stigma masyarakat bahwa dari sekian banyaknya forum diskusi yang dilaksanakan, nyatanya tidak berujung aksi nyata demi bangkitnya sepakbola kita.
Salah satu dampak positifnya ialah dari sekian banyaknya kasus match fixing, sudah mulai menemukan titik terang bahwa industri sepakbola kita sudah cukup parah dan tidak sehat lagi seperti pengaturan skor, mafia, dan hingga kerusuhan supporter. Maka perlu ditindak lanjuti agar tidak berlangsung terus menerus.
Salah satu kasus yang saya bahas yakni mengenai sanksi dari Komdis PSSI yang ditujukan kepada klub PS Mojokerto Putra yang disanksi larangan mengarungi kompetisi Liga 2 di musim 2019 dan sang algojo tendangan penalti yang mengarah jauh dari gawang—Krisna Adi Darma dengan sanksi berupa larangan beraktifitas dalam kegiatan sepakbola professional tanah air selama seumur hidup.
Sanksi tersebut dikeluarkan Asep Edwin selaku Ketua Komdis PSSI bahwa PS Mojokerto Putra telah terbukti melakukan pengaturan skor sebanyak empat kali. Pengaturan skor keempatnya masing-masing berlangsung saat melawan Kalteng Putra di babak 8 besar (3/11) dan (9/11), Gresik United (29/9), dan Aceh United (19/11). Sedangkan sang pemain—Krisna Adi—dijatuhi hukuman tanpa mendengar pembelaan dari yang bersangkutan. Diketahui bahwa sebelumnya, memang Krisna Adi Darma sempat dipanggil Komdis sebanyak tiga kali namun tidak pernah memenuhi panggilan Komdis dengan alasan yang tidak diketahui secara pasti.
Sanksi yang diberikan kepada Krisna Adi seolah-olah menambah rentetan panjang pemain atau sejumlah ofisial yang dipojokkan sebagai pelaku sekaligus tumbal. Bisa kita mengingat kembali pemain-pemain seperti Mursyid Effendi hingga saat kasus sepakbola gajah PSS Sleman dan PSIS Semarang ditahun 2014 silam dimana sejumlah pemain dan ofisial menjadi tumbal sanksi dengan tidak boleh beraktifitas dalam pesepakbolaan nasional. Sanksi tersebut seolah berlalu saja tanpa meninggalkan efek yang berarti bagi permainan-permainan kotor setelah kasus tersebut dan justru malah semakin marak saja. Dan yang menjengkelkan lagi hingga sekarang yang menjadi inisiator dibalik itu semua masih bisa melenggang bebas menebar virus kecurangan sepakbola kita.
Sanksi kepada Krisna Adi ini juga mendapatkan kritik tajam dari koordinator Save Our Soccer—Akmal Marhali—yang berpendapat bahwa Komdis PSSI tidak melakukan penyelidikan secara mendalam perihal motif dan dalang dibalik kasus pengaturan skor yang melibatkan PS Mojokerto Putra dan Krisna Adi. Ibarat hukuman tersebut hanyalah sekedar memangkas rumput tanpa mencabut hingga akar-akarnya sehingga sewaktu-waktu bisa tumbuh subur kembali. Tidaklah mungkin mereka semua melakukan tanpa ada dalang yang memainkan. Seharusnya dalang itulah yang diusut dan dikejar untuk diberi hukuman yang layak. Dalang itulah yang berperan besar dalam menciptakan sepakbola kotor di negeri ini.
Banyak yang berpendapat bahwa hukuman yang diberikan kepada PS Mojokerto Putra hanyalah hal yang bersifat kepanikan sekaligus lelucon karena dikeluarkan saat menjelang rencana pembentukan Satgas Antimafia Bola oleh Polri. Jadi bisa dibilang biar Komdis PSSI keliatan kerja gitu dan juga sanksi PS Mojokero Putera yang hanya semacam “cuti” selama setahun dan setelah itu nyatanya juga tetap berkompetisi di Liga 2, tidak turun kasta ataupun denda....hmmm..hmmm.
Baru-baru ini tersiar kabar bahwa Krisna Adi telah mengalami musibah kecelakaan tertabrak truk hingga koma pasca mendapat sanksi dari Komdis PSSI. Mungkin saja musibah tersebut berkenaan dengan kegelisahan yang dialaminya setelah banyak dihujat orang akibat terlibat dalam skema besar mafia sepakbola Indonesia. Saat forum diskusi di Graha Pena, Akmal Marhali sempat memberikan kesaksian bahwa Krisna Adi menghubunginya dan curhat kepada Akmal dan bertanya apa yang harus ia lakukan. Akmal hanya berpesan untuk bertanggungjawab dan bicara secara jujur kepada semua orang mengenai apa yang sudah dilakukan oleh Krisna Adi sendiri.
Harapannya dengan dibentuknya Satgas Antimafia Bola oleh Polri dan Komdis PSSI yang sudah bekerja di wilayah football family, semoga dengan segera bisa terungkap secara gamblang siapa dalang dibalik ini semua dan tidak berhenti di Krisna Adi saja. Dan dengan adanya wadah pengaduan tersebut, harapannya setelah sembuh Krisna Adi bisa membantu dan berani memberikan kesaksian secara gamblang tanpa terancam.
Mari bersatu dan mendukung sepakbola kita menjadi lebih baik lagi. Singkirkanlah fanatisme kita sejenak, sudahi saling cela-mencela dan tidak saling menebar kebencian. Bersatulah dan jadilah sosok yang adil...karena adil itu lebih dekat dengan takwa (Al-Maidah:8).
Salam Penuh Damai
Surabaya, 2018
Comments