top of page
mediarasa

Si Juki The Movie: Panitia Hari Akhir” Bicara Banyak di FFI 2018


Oleh: Kang Aly


Minggu (9/12) telah dihelat malam Penganugerahan Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) 2018 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta dengan total 22 kategori dan menobatkan film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak sebagai jawara umum.


Film yang digarap oleh sutradara Mouly Surya ini berhasil memenangkan kiranya 10 nominasi dari 14 yang diterimanya. Termasuk di dalamnya adalah dinobatkannya film ini menjadi film terbaik, keluarnya Marsha Timothy sebagai Pemeran Wanita Terbaik, Pemeran Pembantu Wanita Terbaik yang jatuh kepada Dea Panendra, dan Mouly Surya sendiri yang muncul sebagai best sutradara. Diikuti oleh 3 kategori yang berhasil diraih oleh film adaptasi komik legendaris Bastian Tito: Wiro Sableng: Pendekar Kapak Sakti Nagageni 212.


Dalam malam nominasi yang disiarkan live di saluran televisi swasta (Metro TV) itu, ada satu kategori yang menyedot perhatian publik, yaitu penghargaan kepada film Si Juki: Panitia Hari Akhir sebagai film terbaik dari kategori film animasi.


Film adikarya Faza Meonk berhasil mengungguli nominator-nominator lain seperti Keluarga Satu Setengah (Michaela Clarissa Devi), Knight Kris (William Fajito Antonius), Terrovision 3000 (Percelote Galatic), Thank You (Benvenuto Lucano A), dan The Awakening Lullaby (Sendika R) (dilansir dari CNN Indonesia 9/12).


Sejak pertama kali rilis pada akhir tahun 2017 (28/12) banyak kritikus film yang menyayangkan alur cerita Si Juki yang meloncat-loncat dan penggambaran (baca: pengenalan) per karakter yang terkesan acak-acakan. Bisa dibilang bahwa dalam penggarapan film ini Faza dan tim tidak memiliki konsep yang cukup matang, ditambah dengan ketidakserasian antara gerak karakter dengan suara yang membuat penonton jenuh dan tidak khusyu mengikuti jalannya cerita.


Namun, terlepas dari itu semua usaha Faza memberikan edukasi bagi masyarakat kita khususnya anak-anak sangat patut diapresiasi. Di tengah krisis moralitas dan siaran-siaran televisi kita yang minim edukasi, munculah Si Juki sebagai clean-sheet bagi acara-acara sampah yang hampir setiap hari kita konsumsi.


Coba kita bayangkan, anak-anak yang sejatinya adalah generasi pembawa perubahan setiap hari harus disuguhi dengan sinetron-sinetron percintaan ala remaja kota, hidup hedon khas manusia urban, talk show mesum, atau bahkan siaran religi yang berkutat hanya pada persoalan adzab yang irasional, mengada-ada, dan hanya itu-itu saja polanya. Lalu bagaimana dengan diktum berguna bagi bangsa dan negara kalau situasi yang terjadi di lapangan justru dekadensi moralitas hampir di segala aspek kehidupan?


Fillm Si Juki: Panitia Hari Akhir berkisah tentang lika-liku perjalanan hidup Juki, pemuda sederhana yang mendulang ketenaran di usia muda dan harus kehilangan karir terlalu dini akibat pernyataan satire-kritisnya dalam salah satu acara televisi.


Hingga kemudian nasib mempertemukan Juki dengan Erin (disuarakan oleh Bunga Citra Lestari), Professor Juned (Indro “Warkop”) beserta sepupu Juleha (Wizzy) dalam misi menyelamatkan bumi dari hari akhir (bencana meteor). Mungkin dari segi inilah kemudian film ini diberi sub-judul Panitia Hari Akhir.


Perjuangan Juki dan tim tidak berjalan mudah, sebab dia harus berhadapan dengan ilmuwan-ilmuwan “sok tahu”, aparat pemerintahan, dan berbagai situasi pelik lain. Hingga akhir Juki dibantu dengan kawan mantan “musuhnya”, Congky (pocong) dan Coro (kecoa) Juki berhasil menggagalkan jatuhnya meteor ke bumi.


Banyak inspirasi, pelajaran moral, dan motivasi yang dapat kita petik dalam film yang diadaptasi dari salah satu karakter komik ini. Di samping efek visualnya yang terbilang baik, keterlibatan tokoh-tokoh peran Indonesia termasuk Jaja Miharja (sebagai Babeh), Enyak (diperankan oleh Maya Wulan) dan tokoh-tokoh yang disebut di atas menjadi nilai plus tersendiri untuk menarik simpatik penonton kita. Apalagi tidak ada yang berubah dari karakter-karakter yang terlibat, sebut saja tokoh ‘babeh’ (Jaja Miharja) yang sangat kental dengan logat Betawi dan Indro ‘Warkop’ dengan logat khasnya yang menyatu dalam diri Professor Juned. Jadi bisa dibilang film animasi ini amat sangat Indonesia.


Meskipun ada beberapa istilah ilmiah yang tentunya sulit dicerna anak-anak, namun paling tidak adanya istilah-istilah ilmiah tersebut sedikit banyak mampu mendongkrak rasa keingintahuan anak-anak kita sehingga muncul kemauan untuk mencari maknanya, dan inilah yang disebut dengan proses belajar otodidak (belajar dari melihat dan mendengar).


Si Juki sudah bicara banyak di FFI tahun ini, semoga berikutnya industri perfilman tanah air akan terus menghadirkan serial khusus anak-anak sebagai media pembelajaran visual.


Surabaya, 2018

20 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page