top of page
mediarasa

Negeri Belgia dan Guru Ngaji: Solusi Pesepakbolaan Kita?


Oleh : Jang Aries Mursyid


Kembali menghebohkan pernyataan dari Ketum PSSI tercinta ‘Edy Rahmayadi’ mengenai maraknya pengaturan skor yang terjadi di kompetisi sepakbola amatir professional tanah air dan sejumlah nama di dalam tubuh PSSI. Saat di wawancara, blunder kembali dilakukan Pak Edy saat merespon pertanyaan dari para wartawan yang sempat dikritik karena mempengaruhi prestasi Timnas yang anjlok.


Yang menarik dari respon Pak Edy adalah berawal menjelaskan kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan membandingkannya dengan negeri Belgia yang bisa dikelilingi dengan sepeda motor. Sementara Indonesia yang sebegitu luasnya harus menggunakan pesawat dari Medan menuju Papua seperti berangkat naik haji ke Mekkah yang akhirnya soal guru ngaji dan pendeta menjadi solusi yang dilontarkan dari permasalahan yang kompleks di pesepakbolaan kita.


“Begitu besarnya Indonesia ini. Kita mempunyai 34 provinsi. Kalau Belgia, naik sepeda motor bisa keliling Belgia. Tapi Indonesia, pakai pesawat pun dari Medan menuju ke Papua sama dengan dari Medan naik haji ke Makkah begitu panjangnya geografis Indonesia," ujar Pak Edy. "Begitu beragamnya kita, begitu sulit untuk mengawasinya, itu karena makin ke depan perlu diperbanyak guru ngaji, pendeta supaya benar-benar dia ikhlas, termasuk wartawannya,” lanjut ujar Pak Edy.


Mengeluhkan dengan menganalogikan Belgia yang konon luas wilayahnya tidak lebih luas dari Jawa Barat dengan menjelajahi Indonesia dari Medan hingga Papua yang setara dengan berangkat Ibadah haji ke Mekkah sangatlah logis. Pernyataan tersebut membuktikan bahwa Pak Edy sangatlah tepat perhitungannya. Yaa mungkin saja beliau sering berkunjung ke Papua dalam rangka program kerjanya sebagai Ketum PSSI. Hal itulah yang menjadi salah satu alasan dari beliau betapa susahnya menjadi Ketum Federasi Sepakbola kita, mengingat dari letak geografis saja sudah sangat luas sekali sehingga ia enggan meletakkan jabatan Ketum PSSI meskipun sudah menjabat sebagai Gubernur Sumut. Mungkin saja beratnya itu yang tidak akan sanggup dijalankan oleh selain Dilan Pak Edy seorang. Bapak memang baik dan peka kok...heuheuheu.

Negeri Belgia yang disebut-sebut Pak Edy mungkin saja bisa menjadi harapan bagi Timnas kita agar bisa bangkit seperti Belgia yang sukses mencetak talenta-talenta berbakat dan mempunyai fasilitas/infrastruktur yang memadai. Hasilnya pun yang tidak main-main. Pemain-pemain asal Belgia laku keras di pasaran sepakbola dunia. Radja Nainggolan, Eden Hazard, Romelu Lukaku, Marouane Fellaini, Axel Witsel, Kevin De Bruyne, Vincent Kompany, Jan Vertonghen, hingga Adnan Januzaj. Selain itu juga, mereka sukses menghapus predikat tim kuda hitam menjadi tim tangguh nan solid meskipun gagal menjuarai Piala Dunia 2018. Hasil tersebut berkat kerja keras Federasi Sepakbola Belgia yang fokus pada pembinaan pemain muda yang professional ditengah sedikitnya minat yang ingin berkarir di dunia sepakbola. selain itu juga mereka secara masif membangun infrastruktur yang bagus dan layak demi menunjang pembinaan pemain muda.


Pak Edy, untuk negeri kita sendiri boro-boro meniru Belgia, lha wong PSSI nya aja masih kurang professional. Masalah PSSI dari zaman Nurdin Halid, Djohar Arifin Husein, La Nyalla Mattaliti, hingga era Edy Rahmayadi belum terselesaikan secara tuntas. Pertandingan yang sudah di-skenario-kan, pengaturan siapa yang juara, degradasi, dan promosi yang sudah diatur sejak awal musim, keterlibatan bandar judi dibalik sebuah klub menjadi permasalahan besar yang tak kunjung selesai. Penulis merasa hal tersebut perlulah diselesaikan terlebih dahulu, barulah kita bisa mewujudkan cita-cita seperti Belgia yang sepakbolanya berkembang secara signifikan.


Solusi memperbanyak guru ngaji dan pendeta yang dilontarkan Pak Edy apakah bisa menjadi solusi yang efektif bagi permasalahan sepakbola kita? Bisa saja! Dengan banyaknya guru ngaji dan pendeta, harapan dari Pak Edy bisa menumbuhkan keikhlasan seperti yang diucapkan, demi mengabdi kepada umat tanpa pamrih sehingga mampu membangun karakter yang akhlaqul karimah dalam pesepakbolaan kita mengingat sepakbola Indonesia sedang mengalami krisis moral yang berdampak maraknya mafia-mafia di sepakbola Indonesia sehingga mengabaikan nilai sportivitas dan fairplay sebagai implementasi dari akhlaqul karimah.


Dengan banyaknya guru ngaji dan melakukan kegiatan ngaji bareng PSSI siapa tau bisa membuka hidayah bagi yang sudah melakukan praktek-praktek curang di sepakbola Indonesia. Kita tentu bisa membayangkan dengan orang-orang seperti Vigit Waluyo, Joko Driyono, Refrizal, Gusti Randa, hingga Ratu Tisha (Sekjen PSSI) bertaubat dan berusaha memperbaiki serta memajukan industri pesepakbolaan Indonesia dengan ikhlas.


Sukses terus untuk Pak Edy tercinta :)


Surabaya, 2018

18 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page