Oleh Ibnu Lutvi
Adzan dhuhur menggema panjang di sekitar kampus siang itu. Di belakang fakultas yang katanya sosialis, ada sosok pemuda yang sedang menikmati rokok dan segelas kopinya. Sahabatnya, Angga namanya, menghampiri untuk mengajaknya berjamaah di masjid kampus tersebut.
“ayo bro, jamaah!” ajak Angga.
“iya sana, aku sudah sholat,” tanggapnya.
“kapan bro? Wong ini baru adzan,” Balas Angga.
“bukankah sholat itu untuk mengingat Tuhan? Tanpa sholatpun, aku selalu ingat Tuhan. Seperti sekarang ini,” Terangnya.
Angga baru nyambung. Pasti ini salah paham pada paham yang sudah salah. ‘okelah, aku akan sholat setelah mengingatkan sahabatku ini’ pikir Angga setelah duduk tepat disebalah sahabatnya.
“gini bro, dalam memasuki dunia tasawuf, seseorang membutuhkan guru atau lebih dikenal dengan mursyid yang mumpuni agar tidak terjebak pada logika-logika filosofis sesperti itu, sebab dunia hakikat itu adalah dua sisi mata uang dengan dunia syariat. Mereka yang menjalani dunia sufi tanpa syariat berarti perjalanannya bathil, dan jika sebaliknya yang menjalankan syariat tanpa mengenal hakikat, maka ibadahnya layaknya kerangka tanpa ruh.
Maka jauh-jauh hari Imam Malik sudah mengingatkan:
'Barang siapa bertasawuf tanpa berfikih maka dia zindiq.
Barang siapa berfikih tanpa bertasawuf maka dia fasik. Barang siapa menggabung keduanya maka dia akan sampai pada hakikat.'
oleh karena itu, Allah menurunkan para Rasul untuk membimbing umat manusia agar tidak terjabak pada logika spiritual. Dalam islam, orang yang tidak terkena kewajiban sholat, salah satunya orang gila dan anak kecil. Termasuk orang yang gugur kewajiban sholatnya adalah orang yang gila kepada Allah Swt. Karena orang yang gila kepada-Nya, benar-benar terhanguskan dari ruang dan waktu, hilang kesadaran rasionalnya, sampai akhirnya Allah saja yang dilihat, dikenang dan diingat. Lah.. wong kamu masih doyan rokok dan kopi. Tahu waktu, warna, tempat. Berarti belum gila,” Angga menyudahi.
Sepanjang manusia masih sadar ruang dan waktu, masih butuh makan dan minum, masih merasa lapar dan haus, dan masih bisa mendengarkan omongan orang lain, maka ia masih wajib menjalankan syariat-Nya.
Salam!
Comentarios